Site icon LapakViral24

World Health Organization (WHO) Keluarkan Peringatan Global atas Tiga Sirup Batuk Tercemar Terkait Kematian Anak Di India

World Health Organization (WHO) Keluarkan Peringatan Global atas Tiga Sirup Batuk Tercemar Terkait Kematian Anak Di India
World Health Organization (WHO) Keluarkan Peringatan Global atas Tiga Sirup Batuk Tercemar Terkait Kematian Anak Di India

WHO Keluarkan Peringatan, dalam beberapa pekan terakhir, India menghadapi tragedi kesehatan anak yang memilukan: sedikitnya 17 anak di bawah usia lima tahun di negara bagian Madhya Pradesh di laporkan meninggal dunia setelah mengonsumsi sirup batuk yang kemudian di ketahui tercemar bahan kimia berbahaya. Produk yang terkait adalah tiga merek sirup batuk: Coldrif (di produksi oleh Sresan Pharmaceuticals di Tamil Nadu), Respifresh TR (oleh Rednex Pharmaceuticals di Gujarat), dan ReLife (oleh Shape Pharma, juga di Gujarat).

Menurut penyelidikan awal oleh regulator India, sirup Coldrif mengandung kadar diethylene glycol (DEG) hingga sekitar 48,6% — hampir 500 kali dari batas yang di izinkan. Anak-anak yang mengonsumsi sirup ini di laporkan mengalami gagal ginjal akut, muntah terus-menerus, sulit buang air kecil, serta gejala lainnya yang mengarah ke komplikasi fatal.

Menanggapi kasus ini, WHO mengeluarkan peringatan global yang menyerukan agar semua negara memeriksa keberadaan merek tersebut dan meningkatkan pengawasan terhadap sediaan obat cair anak.

Insiden ini bukanlah yang pertama. Sejak 2022, WHO telah mengidentifikasi sejumlah kasus kematian anak di Gambia, Uzbekistan, dan Indonesia akibat sirup batuk yang tercemar dengan DEG atau ethylene glycol (EG).  Namun kini kasus di India memiliki dua aspek yang membuatnya berbeda. Terjadi di negara produsen besar obat global dan melibatkan sirup anak yang di pasarkan dalam negeri.

WHO Keluarkan Peringatan, Pemerintah India, melalui Central Drugs Standard Control Organisation (CDSCO), telah menyatakan bahwa ketiga sirup tersebut belum di ekspor, tetapi WHO mengingatkan bahwa jalur ekspor ilegal maupun sirkulasi informal tetap menjadi risiko global nyata. Selain itu, kepolisian India telah menangkap pemilik Sresan Pharmaceuticals, G. Ranganathan, dengan tuduhan termasuk pembunuhan tidak di sengaja dan pelanggaran Undang-Undang Obat & Kosmetik.

Bagaimana Sirup Bisa Tercemar — Celah Regulasi Dan Produksi

Bagaimana Sirup Bisa Tercemar — Celah Regulasi Dan Produksi, untuk memahami bagaimana insiden ini bisa terjadi, perlu di ketahui bahwa diethylene glycol (DEG) dan ethylene glycol (EG) merupakan senyawa kimia berbahaya yang biasanya di gunakan dalam cairan pendingin dan bahan industri — bukan untuk konsumsi manusia. Ketika senyawa ini masuk ke dalam sediaan obat, terutama obat cair untuk anak-anak, dapat memicu kerusakan ginjal akut, keracunan sistemik, dan akhirnya kematian.

Menurut laporan WHO dan penelitian terkait, ada pola yang sudah sering muncul. Produsen atau pemasok menghemat biaya dengan mengganti pelarut yang aman (propylene glycol) dengan pelarut murah yang berbahaya (DEG/EG). Terkadang melalui drum bekas yang belum di lepas labelnya, atau melalui rantai suplai yang kurang terkontrol.

Inspeksi oleh CDSCO dalam kasus India tersebut menemukan bahwa tiga pabrik berbeda telah gagal melakukan pengujian bahan baku dan produk jadi secara wajib. Yaitu setiap batch harus di uji, namun sejumlah batch tidak di uji atau pengujian di abaikan. Regulasi India mewajibkan bahwa setiap batch obat harus di uji lab oleh perusahaan, dan kemudian di setujui untuk distribusi. Kegagalan ini menunjukkan celah sistemik.

WHO dalam peringatan globalnya juga menyoroti titik lemah:

Kasus ini juga memperkuat kritik terhadap industri farmasi India — yang selama ini di kenal sebagai “apotek dunia” karena memproduksi banyak obat untuk negara berkembang. Namun, insiden berulang menunjukkan bahwa reputasi harus di imbangi dengan kepatuhan regulasi yang ketat dan transparansi global.

Di lapangan, regulator negara bagian di Madhya Pradesh telah mengeluarkan instruksi agar dokter dan apotek tidak menggunakan syrup untuk anak di bawah usia dua tahun. Kecuali alasan kuat, serta menghentikan semua distribusi doktrin hingga investigasi rampung.

Implikasi Global: Risiko Ekspor Dan Keadilan Kesehatan Anak

Implikasi Global: Risiko Ekspor Dan Keadilan Kesehatan Anak, meskipun CDSCO menyatakan bahwa ketiga sirup tersebut belum di ekspor secara resmi, WHO menegaskan bahwa risiko ekspor lewat jalur ilegal atau informal tidak bisa di abaikan. Untuk negara-negara di Afrika, Asia Tengah, dan Asia Selatan yang menerima impor obat murah dari India, hal ini menjadi peringatan serius.

Sebagai contoh, insiden sebelumnya di negara seperti Gambia (66 anak tewas) dan Uzbekistan (20 anak tewas) telah di kaitkan dengan syrup anak-anak buatan India yang tercemar. WHO menegaskan bahwa keadilan kesehatan anak harus melampaui batas nasional — obat anak-anak tidak boleh menjadi risiko karena celah regulasi.

Dampaknya bagi sistem kesehatan global sangat besar: anak-anak yang seharusnya di lindungi oleh imunisasi dan perawatan justru menjadi korban obat yang seharusnya aman. Hal ini menimbulkan krisis kepercayaan terhadap produk medis generik dan regulasi negara berkembang.

Mengingat fakta bahwa anak-anak kurang umur paling rentan terhadap efek toksik. Regulator internasional mengingatkan bahwa pemeriksaan kualitas obat anak harus di prioritaskan. WHO dalam peringatannya meminta semua negara untuk:

Krisis ini juga membuka peluang bagi negara seperti Indonesia, Malaysia, dan negara ASEAN lainnya. Untuk memperkuat produksi obat generik sendiri dengan standar tinggi dan meminimalkan risiko kontaminasi dari impor. Hal ini sejalan dengan strategi kemandirian kesehatan nasional yang kini semakin di perhatikan akibat pandemi global.

Langkah Ke Depan: Regulasi, Transparansi, Dan Perlindungan Anak

Langkah Ke Depan: Regulasi, Transparansi, Dan Perlindungan Anak, melihat urgensi situasi ini, WHO bersama sejumlah negara dan organisasi internasional telah merancang langkah-langkah konkret ke depan. Regulasi harus di perkuat — terutama untuk produk obat anak, obat cair, dan pasar obat murah. Laboratorium uji kualitas dan otoritas regulasi nasional harus mendapatkan dukungan teknis dan finansial agar mampu memastikan keamanan produk secara menyeluruh.

Beberapa langkah utama yang kini di usulkan:

Dalam kasus India, pemerintah negara bagian sudah menutup fasilitas produksi Sresan Pharmaceutical. Dan mengusut tuntas keterlibatan regulator, pemasok bahan baku, dan distribusi pasar gelap. Namun, langkah ini harus di barengi dengan reformasi menyeluruh agar kejadian serupa tidak terulang.

Untuk anak-anak, perlindungan harus menjadi prioritas. Obat anak bukan sekadar versi kecil obat dewasa — mereka memiliki metabolisme yang berbeda dan rentan terhadap bahan kimia toksik. Oleh karena itu, negara-negara di sarankan mengurangi penggunaan obat batuk cair anak-anak kecuali benar-benar di perlukan. Dan memperkuat alternatif seperti edukasi kesehatan dan pengobatan non-cair yang aman.

Insiden ini merupakan pengingat keras bahwa kemajuan medis dan produksi massal tidak boleh mengorbankan keselamatan anak. Sebagaimana di katakan oleh seorang pakar WHO:

“Obat anak tidak bisa menjadi produk murah bermargin rendah dengan kompromi kualitas. Setiap anak berhak atas obat yang aman.”

Dengan tindakan cepat dan kolaborasi global, jerat keadilan kesehatan untuk anak bisa di perkuat. Agar tragedi seperti ini benar-benar menjadi pelajaran terakhir, bukan pengulangan WHO Keluarkan Peringatan.

Exit mobile version