News
Pogacar Hampir Jadi Juara Ke‑4 Tour De France
Pogacar Hampir Jadi Juara Ke‑4 Tour De France

Pogacar Hampir Jadi Juara kembali menunjukkan kelasnya sebagai salah satu pembalap paling brilian dalam sejarah balap sepeda modern. Di Tour de France 2025, sang pembalap Slovenia dari tim UAE Team Emirates hampir saja meraih gelar juara keempatnya. Performa Pogacar benar-benar impresif, terutama saat menghadapi tantangan berat di Pegunungan Alpen. Ia menampilkan stamina, teknik menanjak, dan kecerdasan taktik yang membuat banyak komentator menganggapnya sebagai pesaing utama bahkan sejak awal kompetisi di mulai.
Etape-etape gunung menjadi panggung utama Pogacar. Ia mendominasi tanjakan demi tanjakan, bahkan di antara cuaca ekstrem dan tekanan dari tim-tim pesaing. Salah satu penampilan terbaiknya terjadi di etape ke-14, ketika ia menyerang di Col du Galibier dengan akselerasi kuat, meninggalkan para pesaing utamanya dalam debu. Keunggulan fisiknya begitu mencolok, dan kemampuannya membaca situasi lomba sangat menentukan.
Namun, meski mengoleksi kemenangan etape dan mempertahankan posisi di podium klasemen umum, Pogacar harus menghadapi tekanan dari Jonas Vingegaard, lawan lama sekaligus rival terberatnya dalam beberapa edisi terakhir Tour. Vingegaard, yang juga tampil konsisten, berhasil menempel ketat Pogacar dan bahkan merebut keunggulan tipis dalam beberapa etape waktu datar (time trial), yang memang bukan kekuatan utama Pogacar.
Performa Pogacar pun di puji oleh banyak pengamat. Dalam konferensi pers, mantan juara dunia seperti Bernard Hinault dan Chris Froome menyatakan bahwa Pogacar telah menunjukkan kualitas seorang legenda. “Dia bukan hanya kuat, tapi juga sangat cerdas. Cara dia membaca medan dan memanfaatkan kelemahan lawan luar biasa,” ujar Hinault.
Pogacar Hampir Jadi Juara meski akhirnya gagal mengunci gelar keempatnya, penampilan Pogacar di Tour de France 2025 akan terus di kenang. Ia membuktikan bahwa dirinya tetap berada di puncak performa dan menjadi favorit abadi dalam setiap ajang balap sepeda dunia.
Strategi Tim UAE Team Emirates: Dukungan Penuh Tapi Gagal Maksimalkan Peluang
Strategi Tim UAE Team Emirates: Dukungan Penuh Tapi Gagal Maksimalkan Peluang di balik penampilan heroik Pogacar, strategi tim UAE Team Emirates memainkan peran penting sepanjang Tour de France 2025. Dengan skuad yang solid, termasuk pembalap seperti João Almeida dan Brandon McNulty, tim ini memberikan dukungan maksimal kepada sang kapten. Di setiap etape penting, terutama di daerah pegunungan dan datar panjang, tim bekerja dengan baik mengendalikan ritme dan mengamankan posisi Pogacar.
Namun, tekanan besar dari tim Jumbo-Visma dan Ineos Grenadiers membuat strategi UAE terkadang goyah. Beberapa kali mereka terlihat kewalahan ketika harus mengontrol serangan dari dua tim besar tersebut, khususnya saat Pogacar sendirian di depan dan butuh bantuan di sektor akhir. Dalam etape ke-17 yang cukup menentukan, kegagalan tim UAE menjaga kecepatan pada jalur menurun membuat Pogacar kehilangan waktu krusial terhadap Vingegaard.
Di sisi lain, tim UAE tetap menunjukkan kerja kolektif yang solid. João Almeida, misalnya, sempat memimpin peleton untuk menarik kembali kelompok breakaway dan menjaga Pogacar tetap dalam posisi aman. Namun, tak bisa dimungkiri bahwa pada beberapa momen krusial, Pogacar harus bekerja sendirian, yang pada akhirnya menurunkan peluangnya untuk mempertahankan kaus kuning hingga Paris.
Manajer tim UAE, Mauro Gianetti, dalam wawancara pasca-lomba, menyatakan, “Kami bangga pada Pogacar dan seluruh tim. Kami telah bekerja maksimal, tapi memang ada beberapa keputusan yang mungkin bisa diperbaiki. Di dunia balap sepeda, hal-hal kecil bisa menjadi penentu.”
Meski gagal membawa Pogacar ke podium teratas, penampilan tim UAE tetap menuai respek. Mereka masih menjadi salah satu tim paling kompetitif dan inovatif dalam mengatur taktik balapan, termasuk penggunaan teknologi pelacakan tenaga dan rencana distribusi energi pembalap.
Persaingan Ketat Dengan Vingegaard: Duel Klasik Yang Kian Legendaris Sehingga Pogacar Hampir Jadi Juara
Persaingan Ketat Dengan Vingegaard: Duel Klasik Yang Kian Legendaris Sehingga Pogacar Hampir Jadi Juara antara Tadej Pogacar dan Jonas Vingegaard semakin menegaskan era baru dalam dunia balap sepeda. Kedua pembalap ini telah saling adu strategi dan kekuatan sejak edisi 2021, dan tahun 2025 menambah bab baru dalam duel klasik mereka. Vingegaard, yang membela tim Jumbo-Visma, menampilkan performa yang sangat efisien dan stabil, meski tak seagresif Pogacar.
Selama Tour de France 2025, Vingegaard menunjukkan keunggulan utamanya dalam time trial. Dalam etape ke-16, ia berhasil menyalip Pogacar dengan selisih waktu 19 detik, yang menjadi titik balik klasemen sementara. Meski Pogacar unggul dalam etape tanjakan, namun konsistensi Vingegaard di sektor datar dan kemampuannya menahan tekanan menjadi penentu utama.
Pertarungan keduanya mencapai puncaknya di etape ke-20, di mana Pogacar berusaha keras untuk merebut kembali keunggulan. Sayangnya, Vingegaard mampu bertahan dalam tekanan dan tetap berada dalam zona aman hingga akhir. Mereka bahkan sempat berpelukan di garis finish — momen yang menandai betapa besar respek di antara dua rival hebat ini.
Publik dan media menyebut duel ini sebagai “Rivalitas Terbaik Era Modern”. Banyak yang membandingkan dengan persaingan legendaris seperti Armstrong vs Ullrich atau Merckx vs Gimondi. Perbedaan gaya mereka — Pogacar yang menyerang dan eksplosif, Vingegaard yang tenang dan strategis — menjadikan setiap etape penuh kejutan dan drama.
Dengan usianya yang masih muda, baik Pogacar maupun Vingegaard diyakini akan terus memimpin dunia balap sepeda dalam beberapa tahun ke depan. Persaingan sehat ini juga mendorong tim-tim lain untuk membentuk skuad lebih kompetitif, meningkatkan kualitas Tour de France secara keseluruhan.
Warisan Pogacar Di Dunia Balap Sepeda: Legenda Yang Terus Berkembang
Warisan Pogacar Di Dunia Balap Sepeda: Legenda Yang Terus Berkembang meski gagal meraih gelar juara keempat di Tour de France 2025, warisan Tadej Pogacar dalam dunia balap sepeda sudah sangat kokoh. Sejak meraih kemenangan pertamanya di usia 21 tahun, Pogacar terus menjadi sorotan utama dalam setiap Grand Tour. Kemampuannya menanjak, menyerang, hingga beradaptasi dalam berbagai medan membuatnya dianggap sebagai pembalap paling lengkap dalam satu dekade terakhir.
Apa yang membedakan Pogacar dari pembalap hebat lainnya adalah gaya membalapnya yang berani dan selalu menyerang. Ia tidak takut mengambil risiko, bahkan ketika kondisi belum tentu menguntungkan. Gaya ini membuatnya menjadi favorit penonton dan media, serta menjadikan setiap balapan lebih menarik untuk diikuti.
Di luar performa, Pogacar juga dikenal sebagai sosok rendah hati. Ia sering membagikan momen kebersamaan dengan rekan tim, menghormati pesaingnya, dan memperlihatkan sikap sportif di setiap wawancara. Ini menjadi nilai tambah dalam membangun citra legenda yang lengkap — bukan hanya karena gelar, tetapi juga kepribadian.
Dengan catatan tiga kali juara Tour de France dan sejumlah gelar Monumen seperti Il Lombardia dan Liege-Bastogne-Liege, Pogacar telah menorehkan namanya sejajar dengan legenda seperti Eddy Merckx dan Miguel Indurain. Bahkan, banyak analis percaya ia masih memiliki potensi menambah lebih banyak gelar, termasuk Giro d’Italia atau Vuelta a España.
Dalam wawancara penutup, Pogacar mengatakan bahwa ia akan kembali lebih kuat. “Saya menikmati setiap detik Tour ini. Persaingan semakin ketat, dan saya akan terus belajar. Gelar keempat? Saya belum selesai,” katanya dengan senyum khasnya.
Warisan Pogacar bukan hanya soal statistik. Ia telah mengubah cara orang melihat balap sepeda modern — lebih taktis. Lebih dinamis, dan jauh lebih berani dari Pogacar Hampir Jadi Juara.