Mobil Listrik Terkadang Menyumbang Emisi Lebih Dari Hybrid
Mobil Listrik Terkadang Menyumbang Emisi Lebih Dari Hybrid

Mobil Listrik Terkadang Menyumbang Emisi Lebih Dari Hybrid

Mobil Listrik Terkadang Menyumbang Emisi Lebih Dari Hybrid

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Mobil Listrik Terkadang Menyumbang Emisi Lebih Dari Hybrid
Mobil Listrik Terkadang Menyumbang Emisi Lebih Dari Hybrid

Mobil Listrik Belakangan Ini Sering Di Anggap Sebagai Salah Satu Solusi Utama Untuk Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca. Namun pernyataan mengejutkan datang dari Chairman Toyota, Akio Toyoda, yang menyoroti sisi lain dari produksi kendaraan listrik. Dalam wawancara dengan Automotive News pada April lalu, Toyoda menyebut bahwa sembilan juta Mobil Listrik menghasilkan emisi setara dengan 27 juta mobil hybrid. Dengan kata lain, satu mobil listrik bisa menimbulkan polusi setara tiga mobil hybrid. Terutama jika di lihat dari proses produksinya secara keseluruhan.

Pandangan ini memicu diskusi luas di dunia otomotif, karena menantang persepsi umum bahwa mobil listrik selalu lebih ramah lingkungan. Toyoda menjelaskan bahwa di Jepang, sebagian besar listrik masih berasal dari pembangkit berbahan bakar fosil seperti batu bara dan gas. Karena itu, ketika mobil listrik di produksi dan di isi dayanya dengan listrik dari sumber yang tidak bersih. Justru bisa menciptakan emisi yang lebih tinggi di bandingkan mobil hybrid. Ini menunjukkan bahwa peralihan ke kendaraan listrik tidak otomatis menjamin penurunan emisi. Tergantung pada sumber energi yang di gunakan dan teknologi produksi baterainya.

Sebagai solusi, Toyoda mendorong pendekatan multi-jalur untuk mencapai target emisi rendah. Ia menilai bahwa berbagai jenis mesin, termasuk mesin bensin yang efisien, teknologi hybrid, hidrogen, hingga EV, perlu di kembangkan secara bersamaan. Pendekatan ini memungkinkan adaptasi yang lebih fleksibel di berbagai wilayah dengan infrastruktur dan sumber daya energi yang berbeda-beda. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, diskusi tentang masa depan transportasi ramah lingkungan menjadi lebih kompleks. Namun juga lebih realistis dan inklusif terhadap berbagai tantangan global. Dengan memahami konteks sumber energi dan teknologi produksi, kita bisa melihat bahwa solusi lingkungan tidak bisa di sederhanakan. Mobil listrik memang menjanjikan, namun keberhasilannya sangat bergantung pada transisi energi bersih yang merata secara global dan efisiensi sistem pendukungnya.

Mobil Listrik Masih Mengandalkan Tambang Untuk Produksi Baterai

Selanjutnya Mobil Listrik Masih Mengandalkan Tambang Untuk Produksi Baterai terutama karena komponen utama baterai seperti lithium, kobalt dan nikel berasal dari proses penambangan yang intensif. Proses ini menyumbang sebagian besar emisi karbon dalam tahap awal pembuatan mobil listrik. Di bandingkan mobil bensin atau hybrid yang menghasilkan sekitar 6–9 ton emisi CO2 saat di produksi, mobil listrik bisa mencapai 11–14 ton karena produksi baterainya. Ini menimbulkan anggapan bahwa kendaraan listrik kurang ramah lingkungan pada fase produksinya. Namun, gambaran tersebut berubah ketika mobil mulai di gunakan.

Keunggulan mobil listrik terletak pada emisinya yang jauh lebih rendah saat beroperasi. Tidak seperti mobil bensin dan hybrid yang terus mengeluarkan emisi dari pembakaran bahan bakar, mobil listrik tidak menghasilkan emisi langsung saat di kendarai. Seiring waktu, emisi awal yang tinggi akibat proses produksi dapat “di tutup” oleh efisiensi operasionalnya. Berdasarkan data dari Argonne National Laboratory, di butuhkan sekitar 19.500 km agar mobil listrik mulai menunjukkan keunggulan emisi di banding mobil konvensional. Studi lain dari jurnal Nature bahkan menunjukkan angka 28.000 km, yang tetap tergolong rendah jika di bandingkan dengan rata-rata usia pakai kendaraan di atas 150.000 km.

Dengan demikian, meskipun mobil listrik masih mengandalkan tambang untuk produksi baterai, potensi jangka panjangnya tetap menjanjikan dalam menurunkan emisi secara keseluruhan. Untuk memaksimalkan manfaat lingkungan dari kendaraan listrik, di perlukan upaya serius dalam mendorong energi bersih serta teknologi daur ulang baterai. Pendekatan yang lebih holistik dalam rantai pasok dan transisi energi akan membuat mobil listrik semakin berkelanjutan dan efisien sebagai solusi masa depan transportasi rendah emisi.

Tren Energi Bersih Meningkat

Selain itu Tren Energi Bersih Meningkat secara global, menjadikan mobil listrik (EV) semakin relevan dalam upaya menekan emisi karbon. Meskipun EV menghasilkan emisi tinggi saat proses produksi, terutama karena baterai yang mengandalkan bahan tambang seperti lithium dan kobalt, manfaat jangka panjangnya tetap unggul. Toyoda dari Toyota sempat menyoroti bahwa EV bisa lebih “kotor” bila di operasikan menggunakan listrik dari pembangkit batu bara. Hal ini memang benar dalam konteks wilayah tertentu yang masih mengandalkan energi fosil. Namun, gambaran tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi dunia saat ini yang sedang bergerak menuju sumber energi bersih.

Di Amerika Serikat misalnya, data menunjukkan bahwa pada akhir 2024, sekitar 43 persen pasokan listrik berasal dari sumber terbarukan seperti angin, matahari dan tenaga air. Negara bagian seperti California telah menunjukkan kemajuan besar dalam transisi energi ini. Menghasilkan energi dari panel surya dan turbin angin dalam jumlah yang signifikan. Artinya, kendaraan listrik yang di gunakan di daerah dengan pasokan energi bersih akan jauh lebih ramah lingkungan di bandingkan kendaraan berbahan bakar fosil atau bahkan hybrid. Meskipun di daerah seperti West Virginia yang masih sangat tergantung pada batu bara, EV tetap menunjukkan keunggulan emisi secara keseluruhan.

Perbandingan konkret menunjukkan bahwa di wilayah dengan pasokan listrik “kotor”, seperti West Virginia, Tesla Model Y menghasilkan emisi sekitar 149 gram CO2 per kilometer. Sementara itu, Toyota Prius Plug-In Hybrid di wilayah yang sama menghasilkan 177 gram CO2/km. Ini menegaskan bahwa walaupun terdapat variasi tergantung wilayah dan sumber listrik, secara rata-rata EV masih tetap lebih bersih di bandingkan hybrid. Dengan tren energi bersih meningkat di seluruh dunia, keunggulan lingkungan kendaraan listrik akan semakin kuat seiring waktu. Hal ini memperkuat posisi EV sebagai bagian penting dari masa depan transportasi berkelanjutan global.

EV Di Anggap Lebih Efisien Dari Segi Energi

Selanjutnya EV Di Anggap Lebih Efisien Dari Segi Energi karena mampu mengubah sekitar 90 persen energi listrik menjadi tenaga gerak. Jauh lebih tinggi di banding mobil bensin yang hanya mengkonversi 20–40 persen energi bahan bakar. Perbedaan ini membuat mobil listrik membutuhkan lebih sedikit energi untuk menempuh jarak yang sama. Yang berarti juga lebih hemat sumber daya. Walaupun proses produksi awal EV, terutama baterainya, menghasilkan emisi yang cukup tinggi. Efisiensi operasionalnya membuatnya mampu “menebus” emisi tersebut dalam jangka waktu singkat. Riset global menunjukkan bahwa mobil listrik bisa menyalip mobil bensin dan hybrid dari sisi total emisi hanya dalam waktu 1,3 hingga 2,4 tahun pemakaian. Tergantung pada jenis kendaraan dan kebiasaan berkendara.

Meski begitu, bukan berarti kendaraan hybrid tak layak di pilih. Hybrid seperti Toyota Prius tetap menjadi alternatif efisien, terutama bagi pengguna yang belum memiliki akses infrastruktur pengisian daya yang memadai. Plug-in hybrid (PHEV) juga bisa sangat hemat jika di gunakan dengan cara yang optimal, seperti mengisi ulang daya secara rutin. Namun, jika tujuan jangka panjang adalah pengurangan emisi secara menyeluruh, EV tetap menjadi pilihan paling logis. Dengan terus berkembangnya teknologi baterai, meningkatnya kapasitas daur ulang. Semua ini memperkuat posisi Mobil Listrik.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait